Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor risiko munculnya penyakit tidak menular, seperti jantung, stroke, diabetes, ginjal, hingga kanker. Sejumlah penyakit tersebut ternyata menempati urutan teratas daftar penyakit yang banyak dibiayai dari dana yang dikelola Badan Jaminan Kesejahteraan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Beban biaya, khususnya penyakit tidak menular akibat paparan asap rokok sangat besar. jantung ginjal, stroke, semua ini menyedot lebih dari 70 persen dana yang dikelola BPJS," ujar Staf Ahli Menteri bidang Hukum Kesehatan Tritarayati atau yang akrab disapa Tari dalam acara 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta, Kamis (28/7/2016) malam.
Berdasarkan data klaim Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs sampai dengan bulan bayar Januari 2016, penyakit jantung paling banyak membutuhkan biaya pengobatan, yaitu jantung Rp 6,9 triliun. Kemudian disusul penyakit kanker Rp 1,8 triliun, stroke Rp 1,5 triliun, ginjal Rp 1,5 triliun, dan diabetes Rp 1,2 triliun.
Tari mengungkapkan, tingginya kasus penyakit tidak menular berhubungan erat dengan gaya hidup tidak sehat. Banyak masyarakat yang kurang aktivitas fisik, pola makan tidak sehat, kebiasaan merokok dan minum alkohol.
Dari 10 penyebab kematian utama, 8 di antaranya adalah penyakit tidak menular.
Upaya promotif dan preventif pun lebih digalakkan oleh Kementerian Kesehatan. Salah satunya dengan pengendalian tembakau. Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok pria tertinggi di dunia. Artinya, dua dari tiga remaja laki-laki maupun usia produktif merokok.
Masalah ini dapat mengancam bonus demografi. Jika banyak anak-anak usia sekolah sudah merokok, mereka bisa terkena berbagai penyakit kronis di kemudian hari, termasuk saat usia produkif. Bagaimana tidak, rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia berbahaya dan sekitar 60 di antaranya bersifat karsinogen atau memicu kanker.
Bahaya rokok bukan hanya mengancam kesehatan perokok itu sendiri, tetapi juga orang-orang dii sekitarnya yang terpapar asap rokok. (kompas)