Setahun sudah kami berumah tangga, kehidupan kami normal-normal saja. Meskipun belum memiliki rumah sendiri, sebagai istri, aku tidak mempermasalahkannya. Meski demikian, kami berusaha menabung setiap bulan agar bisa membeli rumah walau sederhana.
Ketika gaji suami naik dan tabungan terkumpul lumayan, kami memutuskan untuk membeli rumah seadanya. Yang penting bisa ditempati. Itu pun dengan tambahan pinjaman dari kerabat kami.
Memiliki rumah sendiri adalah kebahagiaan tersendiri bagi kami. Namun, suamiku harus bekerja lebih keras untuk mengembalikan pinjaman dari kerabat.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Mulai ada yang aneh dengan suamiku. Beberapa waktu lalu ia mengatakan akan lembur untuk mencari uang tambahan agar bisa melunasi pinjaman ke kerabat secepatnya. Namun…
Kini tiap hari ia lembur. Dan yang aneh, pulangnya dini hari. Sekitar jam 1 atau jam 2. Yang lebih aneh, begitu ia sampai rumah langsung mandi dan mencuci bajunya. Aku perhatikan beberapa hari, rutin ia lakukan begitu. Sampai di rumah langsung mandi dan mencuci baju. Aku jadi curiga.
Aku mulai mencurigai suamiku, jangan-jangan ia selingkuh. Bagaimana mungkin tiap hari lembur hingga tengah malam bahkan dini hari? Agar tak lama-lama dilanda ketidakjelasan, suatu hari aku pun mendatangi kantornya.
Ternyata benar. Suamiku tidak lembur. Aku pun mengikutinya. Ia menuju ke sebuah restoran barbeque. Dari seberang jalan aku mengatur emosi agar menahan diri.
Tampak suamiku keluar dari kembali dari restoran itu dengan baju putih, lalu ia mulai memanggang daging. Aku jadi ingat dulu suamiku pernah bilang ia suka memanggang daging dan banyak teman yang bilang kalau panggangannya enak.
Tak terasa air mataku menetes. Kuputuskan untuk masuk ke restoran itu dan memperhatikan suamiku lebih dekat. Ia tampak menikmati pekerjaannya namun tetap saja tanda lelah tampak dalam dirinya. Bagaimana tidak, sejak pagi ia telah bekerja di kantor dan kini ia bekerja lagi. Aku tidak bisa membayangkan, ia melakukan hal ini sampai tengah malam. Air mataku semakin deras.
“Pesan apa Bu?” tanya seorang pelayan. Aku segera mengusap air mataku.
“Segelas air minum saja, dan tolong kasihkan ke bapak yang memanggang daging itu,” pintaku disambut tatapan aneh sang pelayan. Namun ia tetap memberikan minuman itu ke suamiku.
Saat suamiku menoleh ke arahku, ia kaget lalu mendatangiku. Aku memeluknya erat dan banjirlah air mataku.
“Sayang, bagaimana kau bisa sampai di sini?” tanyanya.
“Aku tunggu Mas pulang kerja ya.”
Malam itu, suamiku menjelaskan semuanya. Dan aku pun meminta maaf telah mencurigainya.
“Maafkan aku. Aku melihatmu setiap pulang selalu langsung mandi dan mencuci baju. Rupanya kamu tidak mau tercium asap olehku. Aku sempat curiga kalau kamu memiliki wanita lain. Karena itulah aku mengikutimu.”
“Mana mungkin?” kata suami sambil mencium keningku. “Engkau adalah wanita paling sempurna untukku. Sampai kapanpun tidak ada yang bisa menggantikanmu.”
Memiliki rumah sendiri adalah kebahagiaan tersendiri bagi kami. Namun, suamiku harus bekerja lebih keras untuk mengembalikan pinjaman dari kerabat.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Mulai ada yang aneh dengan suamiku. Beberapa waktu lalu ia mengatakan akan lembur untuk mencari uang tambahan agar bisa melunasi pinjaman ke kerabat secepatnya. Namun…
Kini tiap hari ia lembur. Dan yang aneh, pulangnya dini hari. Sekitar jam 1 atau jam 2. Yang lebih aneh, begitu ia sampai rumah langsung mandi dan mencuci bajunya. Aku perhatikan beberapa hari, rutin ia lakukan begitu. Sampai di rumah langsung mandi dan mencuci baju. Aku jadi curiga.
Aku mulai mencurigai suamiku, jangan-jangan ia selingkuh. Bagaimana mungkin tiap hari lembur hingga tengah malam bahkan dini hari? Agar tak lama-lama dilanda ketidakjelasan, suatu hari aku pun mendatangi kantornya.
Ternyata benar. Suamiku tidak lembur. Aku pun mengikutinya. Ia menuju ke sebuah restoran barbeque. Dari seberang jalan aku mengatur emosi agar menahan diri.
Tampak suamiku keluar dari kembali dari restoran itu dengan baju putih, lalu ia mulai memanggang daging. Aku jadi ingat dulu suamiku pernah bilang ia suka memanggang daging dan banyak teman yang bilang kalau panggangannya enak.
Tak terasa air mataku menetes. Kuputuskan untuk masuk ke restoran itu dan memperhatikan suamiku lebih dekat. Ia tampak menikmati pekerjaannya namun tetap saja tanda lelah tampak dalam dirinya. Bagaimana tidak, sejak pagi ia telah bekerja di kantor dan kini ia bekerja lagi. Aku tidak bisa membayangkan, ia melakukan hal ini sampai tengah malam. Air mataku semakin deras.
“Pesan apa Bu?” tanya seorang pelayan. Aku segera mengusap air mataku.
“Segelas air minum saja, dan tolong kasihkan ke bapak yang memanggang daging itu,” pintaku disambut tatapan aneh sang pelayan. Namun ia tetap memberikan minuman itu ke suamiku.
Saat suamiku menoleh ke arahku, ia kaget lalu mendatangiku. Aku memeluknya erat dan banjirlah air mataku.
“Sayang, bagaimana kau bisa sampai di sini?” tanyanya.
“Aku tunggu Mas pulang kerja ya.”
Malam itu, suamiku menjelaskan semuanya. Dan aku pun meminta maaf telah mencurigainya.
“Maafkan aku. Aku melihatmu setiap pulang selalu langsung mandi dan mencuci baju. Rupanya kamu tidak mau tercium asap olehku. Aku sempat curiga kalau kamu memiliki wanita lain. Karena itulah aku mengikutimu.”
“Mana mungkin?” kata suami sambil mencium keningku. “Engkau adalah wanita paling sempurna untukku. Sampai kapanpun tidak ada yang bisa menggantikanmu.”